Namaku Rakha ….. kata anak kecil yang saat itu duduk di depanku dengan bahasa cedalnya. Dia mengatakan “r” dengan suara dari tengah tenggorokannya. Jadi seperti dia berkata huruf “kha” dalam huruf hijaiyah. Mukanya item manis, ada beberapa bekas luka jahitan di pelipisnya. Kebalikannya, saat menghadapi Alo aku harus bertingkah seheroik mungkin untuk membuatnya

“express herself” tapi dengan Rakha ini aku malah dibuatnya bingung untuk membuatnya diam. Kuperhatikan duduknya selalu bergerak tak bisa diam. Mulutnya juga tak henti-hentinya bertanya banyak hal padaku. Di banding Alo, dia tampak lebih berani untuk bercerita, mengungkapkan hati dan mudah akrab denganku.

Observasipun dimulai. Aku sodorkan beberapa soal lengkap dengan petunjuk-petunjuknya dengan menutup beberapa soal dibawahnya yang belum boleh dikerjakan dan takut mengganggu konsentrasinya. Dengan cepat dia mengerjakan beberapa soal di bagian atas. Eh.. dia protes kenapa bagian bawah soal harus ditutup. Wadughhh… aku bingung jawaban yang tepat untuk dia, karena sebenarnya observasi ini dibuat senyaman mungkin sehingga anak merasa tidak sedang ditest. “Di bawah ada gambar-gambar bagus, jadi miss mau bikin surpraise buat Rakha”, kataku. Mata dan mulutnya membulat, kemudian garis-garis bibirnya ditarik kesamping sehingga membuat seulas senyum di wajahnya. Manis, lucu dan polos, membuatku ikut tersenyum juga. Dia pun kembali menekuri gambar-gambar kotak yang harus di corat-coretnya tanpa memperhatikan aku lagi.

Sesampai di bagian test membaca dan menulis, dia mulai ogah-ogahan. Dia bilang tidak bisa membaca dan menulis yang agak panjang. Mukanya cemberut dan matanya sibuk melihat-lihat display ruangan yang gambarnya lucu-lucu. Saatnya harus beraksi lagi nich. Aku harus memberi motivasi untuknya supaya mau membaca dan menulis dengan cerita-cerita lucu. Berhasil. Dia mau membaca dan menulis. Dan subhanallah …. Bacaannya lancar dan tulisannya benar meski tidak serapi tulisan Alo. Di bagian test daya ingat aku tak mesti memberi pancingan untuk dia lagi karena dia merasa aku kasih tebak-tebakan. Selanjutnya di bagian tes berhitung. Aku ingin mengetahui kemampuan berhitungnya sejauh mana. Tentu saja aku minta dia untuk berhitung dari angka 1 sampai tak terhingga (targetnya sich 1 – 100, tapi tak kan kubatasi jika dia bisa hingga beratus-ratus). Seperti halnya tadi, dia bilang tak bisa berhitung. Kembali lagi aku harus mengeluarkan jurus-jurus motivasi atau lebih tepatnya rayuan gombal untuknya. Tampaknya memang lebih sulit, karena dia malah hampir berlari dari kelas. Akhirnya usahaku tak kunjung berhasil juga. Kuselingi dengan bermain puzzle dan duduk di karpet bawah. Aku ibaratkan juga, dia sebagai orang yang kaya raya yang banyak ternaknya yang akan menghitung ternaknya satu persatu. Kulihat dia sedang berimajinasi, terlihat dari matanya yang beberapa detik melihat ke langit-langit ruangan. Eh ternyata berhasil. Jadilah observasi dengan posisi badan tengkurap dengan kaki selonjor (walah..walah..). Hasilnya ….. LANCAR!!!… Rakha bisa berhitung dari 1 hingga 100. “Wow…You’re excellent boy !” pujiku. Kucoba gali lebih dalam lagi logic intellengence-nya dengan memotivasinya berhitung lagi lebih dari 100. Rayuan-rayuan mautpun kulemparkan. “yachhhh…kok lagi miss..tapi sampai 200 aja yach..” jawabnya dengan masih semangat. Subhanallah… aku merasa berhasil memberi dia motivasi. Bayangkan..betapa bahagianya hatiku. Aku bagai terbang ke angkasa. Kusiapkan pula energi extra untuk memeloti dia yang akan berhitung samapi 200. aku antusias luar biasa menatap mulutnya yang mencong-mencong lucu. Berhitung mulai… diawali dari seratus satu, seratus dua, seratus tiga, …..bla..bla…. hingga selanjutnya seratus delapan, seratus sembilan, DUA RATUS……yeeeeee…….. teriaknya sambil berputar-putar di seluruh penjuru ruangan. Dan aku……. Yang telah mempersiapkan tenaga ekstra, yang telah membubung tinggi karena merasa berhasil memotivasinya….. bengong tak berdaya karena surprise-nya mendengar gaya berhitungnya. Beberapa observer lain yang melihatku tertawa geli melihat seorang guru yang bengong tak berkedip sedangkan anaknya berlari-lari bahagia ke seluruh penjuru ruangan merayakan keberhasilannya. Subhanallah…Maha Suci Engkau Ya Allah yang telah menciptakan segala keindahan di dunia. Termasuk keindahan Rakha yang membuat aku tak berdaya.

Lanjut dech ke test kepribadian. Rakha aku minta menggambar orang. Orang yang sedang apapun. Kali ini aku tak mau tertipu lagi dengan kepolosannya. Seperti biasa, he said “can’t” again. Huh.. kali ini yang keluar dariku adalah ancaman. “Kalau Rakha ga mau gambar, ntar Miss ga kasih hadiah. Gimana, Rakha suka kalau teman-temannya bawa hadiah sedangkan Rakha tidak. Gimana … mau ga?” ujarku menanamkan konsep sebab akibat. Dia berpikir. Matanya melihat ke atas lagi. Namanya anak-anak tetap aja menjawabnya dengan lugu, polos dan tersenyum. “Ga mau miss, ya udah dech aku gambar dulu..sedikit aja yaaa…”. “he em” jawabku singkat. Setelah menggambar singkat, dia bilang sudah, sudah dan sudah. “Kali ini yang keluar dariku bukan gombalan lagi, tapi sedikit ejekan atau apalah namanya. “Masa Rakha cuma bisa gambar seperti ini, padahal Miss yakin Rakha bisa gambar yang lebih bagus lagi.” Dasar laki-laki, meski masih kecil pun merasa bergengsi tinggi. “Aku tambahi dech”lanjutnya. Jadi dech tuch gambar seorang anak kecil laki-laki di jalan sedang bermain bola, di dekatnya ada rumah besar lengkap dengan halaman yang penuh dengan pepohonan. Di depan rumah itu ada jalan raya yang dihiasi oleh banyak mobil yang sedang lalu lalang. Subhanallah…. It’s so great. Terakhir, kuberikan hadiah yang aku janjikan sambil mengajaknyanya give me five (tossss) sambil mengantarnya ke orang tuanya di ruang komputer. “Subahanallah Rakha…kamu begitu cerdas, tapi memang membutuhkan orang yang super active untuk lebih menggali kecerdasanmu. Semoga next time kita bertemu lagi jagoan kecilku” ujarku dalam hati.